Raja pertama
kerajaan Meliau adalah Pangeran Mancar, putra ketiga
Brawijaya dari kerajaan Majapahit. Bersama dengan
saudara-saudaranya, Pangeran Mancar meninggalkan
kerajaan Tanjungpura yang sering terlibat peperangan
menuju daerah pedalaman Kalimantan.
Di daerah
Meliau, keturunan Jawa ini kemudian melindungi
wilayahnya dengan jimat berupa gumpalan tanah dari
tungku dapur menanak nasi raja Tanjungpura agar aman
dari serangan suku Dayak. Tanah tersebut diambil oleh
Rangga Macan yang menghadap raja Tanjungpura memohon
perlindungan. Hingga kini tanah tersebut tersimpan di
daerah Meranggau.
Pada 1866,
Pangeran Adipati Mangku Negara, panembahan kerajaan
Meliau mengundurkan diri. Atas bantuan Belanda, putra
mahkota yang pergi merantau tanpa diketahui
keberadaannya, diketemukan di Minahasa, Sulawesi Utara.
Beliau telah memeluk agama Kristen dan menjadi pedagang.
Atas bujukan Belanda, putra mahkota kembali ke Meliau
pada 1869 dan dinobatkan sebagai raja dengan gelar Ratu
Anum Paku Negara. Ratu Anum Paku Negara kemudian kembali
ke agama Islam serta mendirikan keraton dan pendopo dari
kayu dengan arsitektur yang indah di zamannya.
Ratu Anum Paku
Negara wafat pada 1885. Putra tunggalnya, Abdul Salam
pada waktu itu menjabat sebagai jaksa di Betawi. Abdul
Salam kemudian diangkat menggantikan ayahnya dengan
gelar Pangeran Ratu Muda Paku Negara. Pada 2 Agustus
1889, karena kurang puas dengan penghasilannya Pangeran
Ratu Muda Paku Negara meninggalkan tahta kerajaan dan
kembali ke Betawi. Tahun 1897, ia wafat tanpa
meninggalkan keturunan.
Dengan beslit
nomor 23 tanggal 15 Januari 1890, Gusti Mohamad Ali dari kerajaan tayan kemudian
menggabungkan kerajaan Meliau ke kerajaannya yang
berlaku efektif pada 26 Februari 1890. Pada masa
pemerintahan panembahan kerajaan Tayan berikutnya,
Panembahan Anum Paku Negara, kerajaan Meliau dijadikan
Gouvernement Gebied di bawah kekuasaan pemerintahan
Hindia Belanda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar